Tugas Individu: Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multikultural
Ketengangan
etnis dan kultural kerap kali mengancam perdamaian yang ada. Pendidikan
multikutural diharapkan mampu memberi sumbangan untuk mewujudkan apa yang
diimpikan oleh pemimpi hak-hak sipil Martin Luther King: sebuah bangsa dimana
anak-anak akan dinilai berdasarkan kualitas karakternya, bukan dengan warna
kulitnya.
Pengeretian Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural adalah
pendidikan yang menghargai perbedaan dan mewadahi beragam perspektif dari
erbagai kelompok kultural. Tujuannya adalah untuk pemerataan kesempatan bagi
semua murud. Pendidikan multicultural
mencakup isu-isu yang berkaitan dengan status sosial ekonomi, etnitas, dan gender. Karena keadilan sosial adalah salah
satu nilai dasar bidang ini, maka reduksi prasangka dan pedagoni ekuitas
menjadi komponen utama. Reduksi prasangka
adalah aktivitas yang dapat diimplemintasikan guru di kelas untuk mengeleminasi pandangan negative dan
stereotip terhadap orang lain. Pedagoni
ekuitas adalah modifikasi poses pembelajaran dengan memasukkan materi dan
stategi pembelajaran yang tepat
untuk laki-laki maupun perempuan, dan untuk semua kelompok etnis.
Memberdayakan Murid
Pemberdayaan (empowerment)
berari memberi orang kemampuan intelektual dan ketrampilan memcahkan masalah
adar berhasil menciptakan dunia yan lebih adil. Pada tahun 1990-1980an,
pendidikan multicultural ditititkberatkan pada usaha memberdayakan murid dan
memperbaiki representasi kelompok minoritas dan kultural dalam kurikulum dan
buku ajar. Sekolah harus memberikan memberi murid kesempatan untuk belajar
tentang pengalaman, perjuangan, an visi dari berbagai kelompok kultural dan
etnis yang berbeda-beda (Schmidt,2001). Harapannya adalah dapat meningkatkan
harga diri minoritas, mengurangi persangka dan memberikan kesempatan pendidikan
yang lebih setara. Harapan lainnya adalah hal ini dapat membantu murid kelompok
mayoritas untuk menjadi lebih toleran kepada kelompok yang minoritas dan agar
kelompok minoritas juga mayoritas akan mengembangkan beragam perspektif dalam
kurikulumnya.
Sonia
Nieto (1992), memberikan rekomendasi sebagai berikut:
·
Kerikulum sekolah harus
jelas antirasis dan antidiskriminasi.
·
Pendidikan
multikultural harus menjadi bagian dari setiap pendidikan murid. Semua murud
harus menjadi bilingual dan mempelajari perspektif kultural yang berbeda-beda.
Pendidikan multikultural harus direfleksikan dimana saja.
·
Murid harus dilatih
untuk lebih sadar budaya (kultur). Harapannya adalah agar kajian kritis itu
akan memotivasi murid untuk mengupayakan keadilan politik dan ekonomi.
Pengajaran
yang Relevan Secara Kultural
Ini
merupakan aspek penting dalam pendidikan multicultural. Pengajaran ini
dimaksudkan untuk menjalin hubungan dengan latar belakang kultural dari pel
ajar (Pang, 2001). Pakar pendidiakn multikultural percaya bahwa guru yang abik
akan mengetahui dan mengintegrasikan pengajaran yang relevan secaea kultural ke
dalam kurikulum karena akan membuat pengajaran lebih efektif (Diaz,2001).
Pendidikan
yang Berpusat pada Isu
Dalam pendekatan ini, murid diajari
secara sistematis untuk mahkaji isu – isu yang berkaitan dengan kesetaraan dan
keadilan sosial. Pendiddikan ini tidak hanya mengklarifikasi nilai, tetapi juga
mangkaji alternative dan konsekuensi dari pandangan tertentu yang dianut murid.
Penddiakn yang berpusat pada isu berkaitan erat dengan pendidikan moral.
Meninkatkan
Hubungan di Antara Anak dari Kelompok Etnis yang berbeda-beda.
Ada
sejumlah srategi dan program untuk menigkatkan hubungan antar anak dari
kelompok etnis yang berbeda-beda.
1. Kelas
Jigsaw
Kelas Jigsaw adalah kelas dimana murid dari
berbagai latar belakang kultural yang berbeda diminta bekerja sama untuk
mengerjakan beberapa bagian yang berbeda dari suatu tugas untuk meraih tujuan
yang sama.
2. Kontak
Personal dengan Orang Lain dari Latar Kultural yang Berbeda.
Kontak
itu sendiri tidak selalu berhasil meningkatkan hubungan. Sebuah studi
komprehensif terhadap lebih dari 5000 anak grade lima dan 4000 anak grade
sepuluh mengungkspksn bshwa proyek kurikulum multietnis yang difokuskan pada
isumetnis, kelompok kerja campuran, serta guru dan staf sekolah pendukung,
telah membantu memperbaiki hubungan antar etnis di kalangan murid. Hubungan
meningkat ketika murud saling berbicara tentang kecemasan mereka, kesuksesan,
kegagalan strategi, mereka untuk mengatasi masalah, minat mereka dan
sebagainnya. Berbagi informsai personal sering kali akan melahirkan penemuan
bahwa orang dari berbagai latar belakang berbagi harapan yang sama, kecemasan
yang sama,dan perasaan yang sama. Berbagai informasi personal dapat membantu
memecahkan rintangan yang menyekat antar kelompok dan sekat antara mereka.
3. Pengambilan
Perspektif.
Latihan
dan aktivitas yang membantu murid melihat perspektif orang lain dapat
meningkatkan relasi antar etnis. Dalam satu latihan, murid-murid belajar
perilaku tertentu yang tepat dari dua kelompok kultural yang berbeda latihan
ini didesain untuk membantu murid memahami gegar budaya yang muncul sebagai akibat
dari berada di setting kultural dimana orang berperilaku dengan cara yang
berbeda dengan yang biasa dilakukan murid. Memperlajari orang dari belahan
dunia yang berbeda juga membantu murid untuk memahami perspektif yang berbeda.
4. Pemikiran
Kritis dan Inteligensi Emosional.
Murid
yang belajar berpikir secara mendalam dan kritis tentang relasi antar etinis
kemungkinan akan brkurang prasangkanya dan tidak lagi menstereotipkan orang
lain. Murid yang berpikir dangkal sering kali lebih banyak prasangka. Pemikiran
keahlian inteligensi emosional berikut dapat membantu murid untuk menigkatkan
hubungannya dengan orang lain yang berbeda :memahami sebab perasaan orang lain,
bagus dalam mengelola kemarahannya sendiri, bisa menjadi pendengar yang baik
atas apa yang dikatakan orang lain, dan termotivasi untuk berbagi dan bekerja
sama dengan orang lain.
5. Mengurangi
Bias.
Pendukung
kurukulum antibias ini beragrumen bahwa kendati perbedaan itu baik, namun
diskriminasi bukan sesuatu yang baik. Kurikulum ini mendorong guru untuk
menghadapi isu bias yang menggaggu daripada menutupi bias itu.
6. Meningkatkan
Tolenransi.
Teaching
Tolerance Project menyediakan sumber daya dan materi kepada sekolah untuk
menigkatkan pemahaman antarkultur dan hubungan antara anak Kulit Putih dengan
Kulit bewarna (Heller & Hawkins, 1994). Tujuannya adalah untuk berbagi
pandangan dan menyediakan sumber materi untuk mengajar toleransi.
7. Sekolah
dan Komunitas sebagia Satu Tim.
Ada
tiga aspek penting dari Comer Project, yakni :
·
Pemerintah dan tim
manajemen yang mengembangkan rencana sekolah yang komprehensif, penilaian
strategi, dan program pengembangan sifat
·
Tim pendukung sekolah
dan kesehatan mental
·
Program orang tua
Comer
percaya bahwa seluruh komunitas sekolah harus kooperatif, bukan bersikap
bermusuhan.
8. Isu
Apakah Inti Nilai “Putih” Mesti Diajarkan atau Tidak.
Niali-nilai
inti ini mencakup saling menghargai, hak individu, dan toleransi pada
perbedaan. Kritik terhadap pandangan Schlesinger ini mentayatakan bahwa nilai-nilai
ini bukan khusus milik Anglo-Protestan kulit putih, tetapi nilai ynag juga
dimiliki semua kelompok agama dan etnis di Amerika. E.D. Hirsch (1987)
meneknkan agar semua murid diajari inti pengetahuan kultral umum untuk
memastikan agar mereka menjadi “melek budaya”. Jadi, pendidikan multicultural
dikritik oleh orang yang berpendapat bahwa semua anak seharusnya diajari satu
nilai inti bersama, terutama nilai Anglo-Protestan Kulit Putih. Namun,
pendukung pendidikan multikultural tidak menentang pengajaean nilai inti
seperti itu selama ia tidak keseluruhan kurikulum.
Komentar
Posting Komentar